Rabu, 18 Februari 2015

Catatan Guru Dadakan




Aku adalah seorang istri dari seorang ibu beranak tiga. Kebiasaanku dari dulu.. ingin memiliki aktivitas selain dirumah. Demi memiliki aktivitas diluar rumah, beberapa pekerjaan diluar dari tidaksukaanku menjalaninya hingga merasa muak pernah kulakoni. Sampai kadang aku sendiri jengah dengan tujuanku sebagai seorang ibu yang ingin memiliki penghasilan tambahan. Bukan hanya aku, suami pun turut jenuh ketika mendengarku mengeluh. Selama Curhat (curahan hati) pada suami bukan memberi solusi, tetapi justru menambah beban pikirannya, karena menurutnya aku semakin stress dan tidak mampu menjalani aktivitas dunia kerja yang kujalani. Benar juga! Bila aku bahagia dengan pekerjaanku, tentu saja aku lebih banyak suka cita dalam menjalaninya sudah pasti bukan lebih banyak keluhan yang meski aku bawa pulang dan berbagi dengan mereka, akibatnya mereka sedikit banyak terlantar dari waktuku yang kuhabiskan karena keletihan berpikir yang tidak begitu penting untuk mereka.



“Ma.. mau kemana?” tanya sisulung ketika kusiap berangkat sedangkan dihari sebelumnya aku ada dirumah. “mau kerja!” sahutku, “kok kerja sih, ma!” glek!  Beberapa kali aku hiraukan pertanyaan mereka, tetapi setibanya ditempat kerja terbesit wajah mereka yang melepaskanku dengan tangisan dan kesedihan. Memiliki  tiga anak yang masih kecil, paling kecil saja di usia 2 tahun, itupun terasa berat meninggalkannya. Malah justru sebaliknya aku kurang menikmati bekerja, justru capek dengan kondisi pikiranku yang memikirkan mereka dengan sakit-sakitnya yang di urus oleh asisten rumah tangga. Dalam sebulan sudah pasti ada saja dari mereka yang berlangganan ke dokter, dari sakit pilek sampai sakit yang cukup memeras perasaan karena meski dirawat. Argumentasi pun sering aku hadapi bersama suami, sepertinya kerjaku tidak diridhoi mereka bila kilas balik mengingatnya.



Pergelutan hati sering kali kualami, hingga pikiranku dan jiwa ini terasa begitu sensitif. Hem.. inilah yang menyebabkan aku berhenti kerja tanpa permisi formal dari Firma Hukum pekerjaan kantoran yang terakhir aku geluti. Selain pusing menghadapi typical jiwa atasan yang sering kali menumpahkan kekesalannya ketika jam kerja dan pakai bentakan serta tatapan sinis, dan jika tidak sesuai harapannya akan ngambek tingkat tinggi. Ada saja kejadian tiap hari kutemui dikantor, ada juga rekan kerja yang punya multi kepribadian. Pada akhirnya terpikirkan untuk mengakhiri pekerjaan ini agar turut mengurangi beban pikiranku. Tanpa berpikir gajiku akan menghilang, tidak punya uang pegangan dan tidak lagi belanja sesuka hati... yah tetap meski kuakhiri pekerjaan ini! harus akhiri! Karena anak-anak butuh aku untuk merawatnya, dan aku butuh ridho mereka terutama suami dalam setiap langkahku.


Waktu berlalu, kujalani tanggung jawab yang utama sebagai seorang istri dan ibu. Meski ada pergolakan jiwa dan lumayan stress, awalnya hanya melakukan kegiatan harian dirumah, belum lagi sindiran dan pertanyaan orang-orang yang merasa penting tahu apa kegiatanku setelah tidak bekerja kantoran! Berlanjut kepada aktivitasku berikutnya, aku mulai mencintai dunia menulis dan bagusnya lagi aku jadi senang membaca, haha.. walau hanya status facebook teman atau postingan ilmu tetapi benar-benar lumayan, aku jadi sedikit banyak tahu tycipal mereka dari sisi status yang ditulisnya. Dipertemanan FB membawaku bergaul dengan citivitas, menjadikan aku melek mata dan nambah pergaulan. 


Sesi Kopdar (kopi darat) aku datangi, mengenal sosok para penulis dan calon penulis ibu rumah tangga lebih dekat, hingga akhirnya aku berkenalan dengan sosok usaha agen Travel Umroh dan Haji memberikan daya pikat buatku untuk bergabung dan menghasilkan. Memang dasar, mungkin aku termasuk emak-emak yang gampang teriming-iming dan terayu, dan akupun gabung dalam agen tersebut. Mulailah cintai menjadi agen travel umroh dan haji yang memberikan banyak pengetahuanku dibidang agama, hingga akhirnya aku terdorong untuk umroh terlebih dahulu.  memang tidak dipungkiri, dan tidak semulus yang dikira. Banyak hambatan dan haluan  yang kutemui sebelum akhirnya aku berangkat umroh. Dan disanalah aku mengenal agama lebih mendalam dari segi kepribadian manusia ketika berbisnis atas nama Tuhan. Berjalan dua tahun hingga akhirnya aku berangkat umroh dengan ridho Allah berbarengan dengan tetanggaku dan membawa banyak hikmah besar menjadikan aku lebih baik dalam bersikap dan bertutur.


Ditengah proses travel umroh dan haji yang mulai aku ulur pelan-pelan karena kejadian yang memilukan, serta menghilangkan kepercayaan suami kepadaku disertai materi yang amat besar membawaku lebih menenangkan diri. Segalanya berproses, kami hijrah kerumah baru dengan kondisi lebih baik. Proses ini berlangsung sebelum aku berangkat umroh, tetapi doa dan harapan ini telah dicatatNya serta dengan restu suami. Ditepian jalanku dalam proses menenangkan diri, aku mulai berharap ada kegiatan tambahan dalam keseharianku. Terbesit oleh Lanika anak pertamaku: “Kenapa mama ngak jadi guru?!” iya yah, benar juga. Guru kan tidak memakan banyak waktuku buat mereka, dan aku tidak perlu kerja hingga tengah malam atau menginap seperti yang dilakukan sebagai agen dan pekerja. “mama mau coba, kak”.


Proses melamar kerja online aku lakukan dari menjadi pengajar private, asistant hingga guru TK. Bulan Agustus tepatnya. Saat itu aku berharap kuliah lagi, aku sampaikan harapanku pada saat suami wisuda dan suami setuju. Ketika aku iseng-iseng berkeliling sambil melihat situasi lingkungan sekolah dekat area tempat tinggal kami, aku dikejutkan oleh sekolah TK tempat tinggalku dahulu. Memberanikan diri menanyakan sekolah dan informasi sekolah lewat mbak Admin, dapat info bisa mengirimkan lamaran secara langsung kesana. Aku siap untuk menjadi guru TK. 


'Pucuk dicinta ulam pun tiba', gayung bersambut... Dipanggilnya lewat telepon untuk proses wawancara lebih lanjut. Di sesi wawancara lisan dari bahasa Inggrisku yang lumayan masih berantakan sampai tes pertanyaan tentang pola asuh mengajar anak. Bersyukur dapat dilewati dengan baik. Seminggu lebih berlalu, kembali dapat info dari mbak penelepon di ujung sana: “mbak, diterima kerja tapi bukan ngajar karena dari pengalaman yang mbak infokan lewat riwayat hidup cocok untuk mengisi pekerjaan admin yang masih lowong”. Tanpa berpikir panjang: “yah, saya terima ngak apa untuk awalnya”.


Dipertengahan Agustus, aku mulai berkerja sebagai tenaga Administrasi, tapi ini beda merangkap operator dan marketing juga, capek deh! Aku masih berusaha meredam dan memendam kekesalan supaya ngak meledak seperti boom! "Ini mah pekerjaanku yang meskinya sudah aku lupakan dari kapan tahu.. aku mau perubahan!” keluhku dalam hati. Bertemu dengan situasi lingkungan sekolah, tetap beda! Aku tetap dianggap anak bawang meski umur sudah kepala tiga..glek!. Yah, memang benar, aku harus banyak belajar bersabar berhadapan dengan lingkungan sekolah yang berbeda, yah beda karena disekolah ini money oriented alias dilihat dari segi keuangan lumayan tinggi bayarannya, untuk tingkatan yang sama dengan sekolah anakku yang ketiga beda pembayarannya saja hingga 5x lipat, padahal aku pikir sekolah ini masih standar biasa hihi.. mungkin karena memakai dua bahasa dan sistem kurikulum yang berbeda!

Aku tetap aku, meski kadang ngeluh dipendam tetapi awal perjanjian dan harapan tetap aku ingin wujudkan. Berbekal aku rela menjadi supporting atau guru pendamping saat menjadi admin membawa pengetahuan dan ilmu dalam pengajaran. Hampir setahun kemudian pada akhirnya aku menjadi seorang guru, ya...dan yes, guru! Guru Free School alias kiddy or Paud bahasa umumnya. Buatku ini prestasi luar biasa, walaupun kepala sekolah dan kawan guru masih meragukanku, aku tetap bersyukur.

 Awal berbekal murid tiga dibawah usia tiga tahun, dengan pengalaman ikut serta mengasuh, mendampingi serta menjadi guru pendamping seorang murid sebut saja bernama Dodi yang memiliki kebiasan minum berlebihan hingga berbotol-botol serta di iringi tanggisan panjang dan kini dia terakhir aku mulai mengajar menjadi ketingkat Kiddy 2, bersyukur perubahan dan emosional Dodi sudah lebih terkontrol, dan daya pendekatanku satu diantara guru pendampingnya menjadi lebih merasa nyaman bersamaku. Terbukti dia selalu nyaman duduk dan bermain sambil belajar bersamaku. Meski kadang ada tangisan tetapi tidak yang berlarut, dia hanya ingin ada teman ngobrol bukan orang yang memerintah dan menuntut sesuatu secara komunikasi verbal dengan nada tinggi. Perpisahan terjadi,  ketika dia sudah lebih mandiri bersama bundanya yang pada akhirnya melepas karirnya untuk merawat dan mengasuh anak secara penuh waktu karena membawanya harus ikut tugas suami ke Singapura. Tetapi bagiku ini anugerah bagi Dodi dan adiknya, karena mereka sangat butuh pengasuhan seorang ibu langsung, bukan lagi dengan alasan kesibukan penuh hingga tidak begitu peduli tumbuh kembangnya yang hanya peduli edukasi secara akademis saja dikarenakan sang ayah yang sudah pasti hanya bertemu beberapa kali dalam sebulan, pasti ibu yang diharapkan memberikan peranan penting dalam pola asuhnya. 


Kesan orangtua terutama Ibu begitu mendalam kepada kami, sebagai guru yang turut berperan penting dalam proses perkembangan Dodi, hingga dia disana ketika selesai tes dan mendapatkan hasil mamanya katakan: “Ms, anak kami Dodi lulus tes dan termasuk anak cerdas seusianya, terima kasih guru-guru Dodi yang sudah sangat sabar membantu melewati proses Dodi”. Alhamdulillah, mamanya begitu puas dengan cara pengajaran dan pola didik kami dan bersyukur kami termasuk berperan penting didalam prosesnya. Dodi lebih butuh asuhan bunda, karena aku yakin benar pola dan prilaku Dodi kemaren-kemaren berproses dari sakitnya hingga stres anak sekecil itu karena kurangnya pola asuh orangtua yang terlalu sibuk berkerja, hingga dibiarkan saja anak dengan pola asuh kurang dan sembarangan tanpa pengawasan jelas. Aku pun katakan kepada bunda: “ini pun karena Dodi sudah mulai merasa kedekatan kontak tubuh dan batin bersama bunda, dia juga sudah lebih sering gembira ketika bunda sudah putuskan berhenti kerja”, dan bundanya pun senang dengan perubahan putra-putrinya ketika berada dalam asuhan lebih bersamanya.
 
dok. pribadi: asik bermain dan belajar

Kembali ketiga muridku di Kiddy I, mereka begitu lucu, gemesin dan bikin kangenin. Aku hanya bertemu tiga kali dalam seminggu, sisa hari berikutnya giliranku menjadi guru pendamping untuk kakak kelasnya. Seperti umumnya, awal proses tahun ajaran baru mereka diiringin tangisan disela waktu tertentu, belum lagi ada yang tertidur dan ngamuk sambil guling-gulingan. “iyah, tetap!” awalnya aku canggung sampai berdebar menjadi guru untuk mereka meski hanya tiga murid yang gemesin, tetap aku merasa banyak pantauan secara aku termasuk guru junior diantara guru lainnya. Aku pelajari apa yang diberikan guru kelas lain kepada muridnya, aku kombinasi satu persatu diambil yang sesuai. Tidak lupa diwaktu senggang aku pelajari lewat internet, googling tentunya.. 


Lesson Plan alias kurikulum kiddy mulai bertaburan, mana sebaiknya aku bisa berikan untuk mereka terlebih dahulu mulai aku konsultasikan pada guru senior, yang tidak terpakai tapi bisa dipakai ulang buat Emily dirumah, lumayan dia selalu senang dengan oleh-oleh kertas pelajaran. Pola pengajaran standar usia yang tidak terlalu berat dan disesuaikan dengan hasil pantauan dari latar belakang edukasi rumahan kuterapkan atau lebih trennya sistem pengajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,  Efektif dan Menyenangkan). Aku pun tidak kaku-kaku banget, mereka adalaha anak-anakku disekolah yang butuh pelukan dan gendong disaat merengek juga menangis ketakutan. Aku ajak ngobrol disaat diam dan cemberut. Atau dikasih permainan disaat mulai bosan. 

Aku mulai jatuh cinta pada mereka, pada saat mereka menegurku dipagi hari sambil bersalaman dan memelukku. Begitu tulusnya pelukan dan senyumnya, terasa damai dan semakin mengajarkan aku bahwa akupun pantas menjadi guru, guru yang mau belajar dan selalu belajar serta mendidik dengan cinta. Sehingga mengantarkanku banyak belajar, membaca referensi edukasi serta membawa tujuanku kembali berkuliah jenjang pendidikan. Semoga aku kelak termasuk dalam pencetus generasi pendidik yang memberikan didikan terbaik buat mereka anak-anak bukan saja tingkat akademis tinggi tetapi berakhlak dan beretika moral tentunya juga buat anak-anak kami. Amin.

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba menulis guru dan orangtua yang diselengarakan oleh www.sekolah-akhlak.com dan http://motivatorkreatif.wordpress.com serta Komunitas Guru Inspiratif.

4 komentar:

Enny Mamito mengatakan...

salam kenal ya mak.. good luck lombanya :)

Inda Chakim mengatakan...

Berasa sudah seperti anak sendiri ya mbak :).
Sukses ngontesnya yak :)

Levina Adawiyah mengatakan...

Amin mak Enny, makasih sudah mampir ... salam kenal jg mak...😊

Levina Adawiyah mengatakan...

Iya mbak Inda...bahagianya bgt liat anak ceria, makasih sudah mampir...salam kenal mak" cantik...😊